Pages

Sunday, April 17, 2011

Omongan Ngelantur Mahasiswa Semester Akhir

Belakangan ini saya merasa lagi di persimpangan jalan. Dari dulu ada satu pertanyaan yang sebenernya saya masih belon bisa jawab, yaitu tentang gimana kita mengambil sebuah keputusan. Kadang-kadang ada suatu keputusan yang hitam putih, kita udah tau kalo hitam itu jelas salah, tapi tetep aja berasa ada bujukan setan untuk berjalan ke arah sana. Tapi sebagian besar pilihan itu tidak jelas mana yang salah atau engga. Kalau semuanya sama-sama OK, gimana? Kalau semuanya ada pro dan kontra, pakai metode apa kita memberi penilaian akan mana yang bagus dan engga. Orang sering bilang, kehendak Tuhan lah yang terjadi, tapi yang saya tau, kehendak Tuhan tidak seterang itu. Atau ada yang bilang, apa kamu merasakan damai ketika mengambil keputusan? Apa keputusan saya bisa didasarkan perasaan manusia yang sering mempermainkan pikiran?

Setelah diperhatikan, sebenernya wajar untuk anak-anak yang berumur mid-twenties untuk menghadapi ketidakpastian. Temen-temen saya yang baru-baru mulai kerja, misalnya, juga banyak bertanya tentang apa ini pekerjaan yang benar untuk mereka. Sebagai pegawai baru, tentunya sering merasa tidak tau apa-apa, tertekan dengan kemampuan seniornya, dan harus menyesuaikan diri dengan profesionalitas pekerja yang sangat jauh dari kebebasan seorang pelajar. Akibatnya, ada yang merasa tidak tahan, minder, merasa ingin ganti jenis pekerjaan, tapi kurang mengerti juga mesti ke arah mana. Ada juga yang sudah lulus dan berkualitas tinggi, tapi sangat susah mendapatkan pekerjaan karena kalau tidak qualified, dia sering over-qualified. Tentunya mencari pekerjaan adalah masa-masa yang sulit karena titik terang di ujung sana tidak terlihat. Maaf, kalau jadi bikin depresi, tapi emang belakangan lagi dikelilingi aja dengan peristiwa-peristiwa seperti ini. Dan saya sendiri juga banyak bertanya, akan di mana saya dalam setahun atau dua tahun lagi, akan mengerjakan apa saya.

Krisis quarter life, ternyata memang ada. Seorang teman pernah bilang sama saya. Kalau kita dari remaja kuat imannya dan bisa mengetahui jati diri kita, quarter life atau mid life crisis itu ga akan terjadi. Waktu itu saya percaya sama dia, tapi ternyata saya lihat dia sendiri pun akhirnya terkena imbas dari fenomena ini. Waktu kita lulus, di acara graduation, kita diiming-imingi oleh mimpi: "Pergilah ke dunia, sebagai almamater, dan jadilah perubahan," seolah-olah kita adalah segerombolan Superman yang diberi misi dan sudah dibekali dengan segala macam amunisi untuk menyelamatkan masa depan dari kehancuran. Dan ternyata setelah pergi ke dunia, dunia menolak kita. Dan dari murid-murid yang berprestasi, tiba-tiba kita menjadi pekerja tingkat paling bawah yang mesti kembali rela merangkak. Dan kain sayap Superman mu itu, diinjak-injak orang menjadi alas kaki.

Susah untuk optimis kalau kita tidak bisa melihat akan jadi apa semua kepusingan ini di depannya nanti. Dan saya masih belum bisa menjawab bagaimana sebenarnya membuat keputusan yang benar, yang sesuai dengan kehendak-Nya. Saya cuma bisa mencoba, memakai logika dan hati, membawa segala pengalaman yang sudah terjadi yang mempersiapkan saya untuk saat ini, berdiskusi dengan orang-orang yang peduli, dan berharap bahwa sedikit dari kebijakan saya ini adalah kebijakan yang membawa saya ke arah yang benar. Saya sering keras kepala, dan saya sering salah. Minggu lalu saya punya 3 buah kuntum bunga lili yang hijau, dan saya bilang, kuntum ini tidak akan mekar, karena mereka sudah dipetik. Saya yakin. Tapi hari ini, saya melihat di depan saya 2 bunga lili berwarna oranye merekah besar dan 1 kuntum yang sudah berubah warna juga menjadi oranye. Sepertinya kuntum yang terakhir akan mekar besok. Saya tidak pernah percaya kuntum muda yang dicabut masih bisa menjadi bunga. Saya pikir mereka sudah benda mati.

Saya sering salah. Tapi jam rusak yang sering kalinya salah menunjukkan waktu pun paling tidak akan menunjukkan waktu yang tepat 2 kali dalam sehari. Saya cuma bisa berharap saya pun bisa benar, di waktu-waktu dan kesempatan-kesempatan yang penting. Dan kalau saya salah, tolong kasih tau saya yang pelupa ini bahwa saya terlalu kecil untuk membuat dunia kiamat dan saya punya Tuhan yang selalu benar.

No comments: