Bagi seorang introvert, ngumpul-ngumpul itu bagaikan hukuman. Kaum kami memilih untuk beraktifitas sosial dengan cara-cara lain yang lebih menyenangkan. Contohnya, ada seorang teman yang lebih senang dekat-dekat dengan binatang, tinggal di alam, dan "berkomunikasi" dengan bumi. Ada juga yang memilih untuk mojok dengan buku-bukunya duduk berlama-lama di suatu tempat, sendirian walaupun dikelilingi banyak orang. Di era internet dan media sosial, tidak lagi susah untuk seorang pendiam dan pemalu untuk beraktifitas hanya dengan duduk di depan komputernya, entah itu chatting, main game, ataupun blogging :). Perlu diketahui bahwa sering kali bukan karena kami sombong ataupun jutek, tapi karena ngumpul dengan orang itu entah kenapa menghabiskan energi. Pernah suatu akhir pekan, saya banyak bertemu orang-orang karena acara ini dan itu. Kebetulan pula seorang teman menginap di rumah sehingga praktis tidak pernah saya sendirian kecuali kalau tidur. Waktu Minggu malam, akhirnya baru saya bisa lega sendirian di kamar sambil berpikir, waw, apa yang terjadi 2 hari ini adalah sebuah pencapaian bagi saya. Setelah pat myself on the back, saya lanjut membaca buku sambil memeluk guling. Bukan berarti, saya ga suka temen saya nginep, atau saya ga suka ketemu temen-temen, tapi, ya itulah, energi arwah saya sebagian tersedot entah kemana.
Curcol seperti itu ke seorang yang ekstrovert hanya akan berujung di kebetean karena mereka akan tertawa. Kadang-kadang sambil kena tuding, "Aneeeeh luuu!" Dan saya cuma bisa membalas. "Lu tuh yang aneeeh!" Begitu terus tanpa berujung. Tapi ada suatu titik tengah bagi seorang introvert seperti saya. Di waktu-waktu tertentu, saya sangat membutuhkan yang namanya kongkow. Merindukan bahkan. Apa bedanya kongkow sama ngumpul? OK, yang pertama, kongkow cuma bisa terjadi kalau kita sudah dekat dengan teman sekongkowan itu. Sedekat apa? Sedekat tipisnya urat malu; semakin tipis, semakin dekat. Kalau Anda punya teman, yang di depannya Anda berani kentut, sendawa, duduk ngangkak, ketawa ngakak, bisa jadi Anda sudah menemukan teman kongkow. Yang kedua, kongkow hanya terjadi kalau tidak ada kepentingan di kelompok tersebut. Contohnya, tidak ada yang saling naksir, tidak ada hubungan atasan bawahan, tidak ada topik curhat tertentu yang sudah direncanakan terlebih dahulu. Begitu ada kepentingan, bubarlah semuanya. Intinya, ketika bertemu untuk kongkow, kita membawa diri, membawa hati, dan membiarkan suasana menyusun agenda acara. Dengan begitu, tidak ada beban sama sekali untuk "keep the conversation going" atau usaha mencairkan suasana, ataupun ekspektasi untuk didengarkan keluh kesahnya. Kalaupun ada curcol-curcol, ya itu adalah hal-hal yang dibahas tanpa beban. Yang ketiga, sebaiknya anggota perkongkowan itu mulai dari 3 sampai 7. Kenapa tiga, karena kalau kurang dari itu yang terjadi adalah curhat terarah. Kenapa tujuh, karena angka 7 itu mistis, hehe... Ga lah, karena kalau orangnya kebanyakan, akan terpecah-pecah menjadi beberapa percakapan yang berbeda, dan kita akan mulai terpaksa berbicara hanya dengan yang duduk di sebelah atau di depan kita.
Tiga parameter itu lah yang membangun definisi saya terhadap kongkow-isme. Kegiatan ini bisa dilakukan di mana saja dan ditemani dengan apa saja. Mulai dari makan malam, nonton tivi, ngopi-ngopi, nge-wine kalo ga bokek, dan lain sebagainya. Beruntungnya saya selama berpindah-pindah ke sana ke mari, di sebagian besar tempat saya mempunyai teman kongkow-kongkow. Kadang untuk memulainya saya akui teman-teman saya harus sedikit memaksa. "Ayolah, susah banget ngajak lo keluar..." keluh mereka. Itulah dilema yang dihadapi seorang introvert, bahkan untuk hal yang saya tau menyenangkan, saya tetap ragu-ragu karena harus meninggalkan zona aman di kamar. Tapi setelah keluar dari kamar, dan berkongkow, saya sangat bersyukur karena disitulah saya menemukan zona aman yang lain, yang ternyata hanya dapat terjadi dengan kehadiran manusia lain.
Jadi, hari ini saya bersyukur untuk teman-teman yang membuat saya bisa menjadi ekstrovert tapi tetap tidak meninggalkan sisi introvert saya. Orang-orang yang membuat saya ingat bahwa buku dapat saya baca setiap saat dan kesendirian bisa didapatkan kapan saja, tapi orang punya availability berbeda-beda. Mereka yang "memaksa" saya untuk hidup seimbang, menghadiahkan saya rasa puas dari tertawa lepas, yang tidak mungkin didapatkan dalam kesendirian.
No comments:
Post a Comment