Pages

Sunday, March 15, 2015

Self Image

Let me get it out there: saya berasa punya masalah dengan self image sudah cukup lama. Jangan ditanya gara-gara apa, karena saya ga tau juga sebab mustababnya. Orang sering bilang saya ini pintar, tapi saya tidak merasa seperti itu sayangnya. Saya pun dengan cepat sering membanding-bandingkan apa yang saya punya dengan orang lain. Seperti pepatah klasik yang bilang bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Bukan, bukan secara materi; saya cukup sederhana, tidak (selalu) mengejar uang. Tapi lebih kepada kemampuan, kepercayaan diri, kenyamanan orang lain terhadap dirinya sendiri. Padahal mungkin saya ga tau kalau dibalik semua yang saya lihat, mungkin orang itu juga memiliki pemikiran dan perasaan yang berbeda terhadap dirinya sendiri.

Saya kira, saya bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah ini. Sering karena self image saya yang tidak baik saya merasakan ketakutan-ketakutan tertentu yang belum tentu terjadi. Contohnya, ketakutan kalau orang lain lihat kerja saya tidak baik, atau presentasi saya jelek dan ga make sense. Atau saya sebagai pribadi yang tidak menyenangkan. Bisa saja itu betul, tapi sering kali ternyata itu sekedar asumsi-asumsi saja. Jadi pemikiran saya sudah lebih dahulu lompat ke sesuatu yang bukan kenyataan.

Mengalami stress, ketidaknyamanan, ketakutan, semua itu bagian dari kehidupan. Semakin lama saya semakin baik dalam menghadapinya, tapi kadang, seperti orang kecanduan, saya relapse kembali ke lingkaran tersebut.

Bulan ini bulan Prapaskah, yaitu 40 hari masa pantang puasa sebelum hari raya Paskah. Tadinya, saya pengen ga makan daging selama 40 hari itu. Tapi karena satu dan lain hal (suatu hari saya laper banget dan makan sate ayam), akhirnya niat itu terbatalkan. Jadilah saya hanya melakukan sesuatu yang minim saja yaitu pantang daging di hari Jumat. Tapi sepertinya, Tuhan ingatkan saya dengan cara yang lain; bukan melalui pantang/puasa, tapi melalui perasaan-perasaan saya yang kurang mengenakkan ini. Saya yang merasa tertekan, mau ga mau tidak melihat cara lain selain jadi banyak doa (sambil mewek kadang-kadang :) ).

Kalau saya doa kadang-kadang saya mikir juga, emangnya Tuhan itu peduli juga ya sama masalah saya di kantor. Kok kayak ga ada sesuatu lain yang lebih penting aja gitu. Atau dia kesel kali ya sama kemanjaan dan kecengengan saya, terus pengen digampar gitu rasanya: Plis deh.. segini aja itu ngga susahhhh! Nanti kapan-kapan dikasih yang susah!

Untungnya Tuhan yang saya kenal itu adalah Tuhan yang sabar. Tuhan yang nungguin bangsa Israel muter-muter 40 tahun sampai akhirnya mereka baru bisa dikasih jalan keluarnya, Tuhan yang sebelum wafatnya masih berhadapan dengan murid-murid terdekatnya yang masih ngga ngerti-ngerti juga ternyata, Tuhan yang peduli dengan perintilan kayak burung merpati dan biji sesawi. Dan juga Tuhan yang ngerti dengan segala ketakutan kita.

Salah satu tokoh yang saya paling suka adalah Nabi Musa. Bukan karena dia taat, atau dengan kerennya membelah laut pakai tongkat saktinya itu. Tapi karena dia orangnya tidak pedean, sama kayak saya, merasa kayaknya orang-orang lain lebih bagus kok, saya ga bisa begini begitu, orang lain bisa. Di awal Tuhan pilih dia, dia bilang,"Ah, Tuhan aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak, dan sejak Engkau berfirman pada hambaMu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah." Setelah itu pun dia masih suruh Tuhan untuk mengutus yang lain aja.

Sangat relatable buat saya. Sering saya bilang ngga bisa ini dan ngga bisa itu. Banyak alasan, banyak ketakutan, banyak penghindaran. Saya lupa kalau saya ga akan pernah ditinggalkan. Bukan hanya itu, saya lupa kalau saya ini gambaran Tuhan, dan Dia ada di dalam saya. Di tengah semuanya ini, saya lari ke sebuah penghiburan yang sering menghabiskan duit: beli buku secara impulsif. Sebuah buku yang dikarang oleh salah satu penyanyi favorit saya, Nichole Nordeman. Saya suka banget lirik-liriknya dan pas tau dia ternyata nulis buku, tentunya saya harus beli. Judulnya The Story. Dan buku ini adalah companion dari CDnya yang juga berjudul The Story. Salah satu babnya menceritakan Musa, dan kemudian saya dengerin lagunya (tentunya pas dengerin saya hiks hiks). Judul lagunya It Must Be You.

Secuplik dari lagunya bilang bgini:

O God of parting water; God of falling bread
If my words should falter, will You speak instead?
You must see something good, You must see something true
It must be You
It must be You...

If there’s any part of my shaking heart to see this journey through
It must be You; it must be You
Must be You; it must be You

Mungkin saya ga akan pernah jadi pribadi yang kokoh, sampai ke tahap percaya dirinya David dihadapan raksasa, atau seberani Ahok di depan bapak-bapak DPRD, atau bahkan semenyenangkan teman-teman lainnya. Mungkin saya tetap merasakan ketidaknyamanan di situasi yang biasa saja buat orang lain. Tapi kalau itu yang dibutuhkan supaya saya tetep ingat Tuhan dan bergantung sama Dia, mungkin nggak papa juga, sampai saatnya saya bener-bener ngerti gambar diri saya yang sebenarnya dan dikeluarkan dari "40 tahun di padang gurun" versi hidup saya.

Tapi selama saya belum keluar, semoga terngiang-ngiang lagu karangan Nichole ini: Jika ada bagian dari hatiku yang gemetaran ini yang dapat menghadapi perjalanan ini, pastilah itu DiriMu.

Selamat PraPaskah.

1 comment:

Alice said...

Viidd!! Ternyata elo masih blogging juga (walaupun ngepostnya rada jarang2). Gw bisa banget relate ke reflection elo terutama paragraf 1 dan 2, dan masalah-masalah gw sebagai seorang pegawai swasta yg keknya bikin gw pusing banget - tp sekaligus rasanya ga penting amat sih buat Tuhan hahaha. Keep on writing, sending u love and hugs, keep on fighting and Selamat Paskah!!