Pages

Thursday, November 26, 2020

Refleksi Bos Bos

 Saya beruntung, dikelilingi banyak orang-orang yang menginspirasi selama saya bekerja. Semua orang adalah tempat belajar tidak peduli apa role dia di pekerjaan dan saya pun selalu ingin menjadi orang yang tetap belajar. Kadang saya terlupa, apalagi ketika sedang sibuk, frustasi, atau merasa lelah saja dengan rutinitas, kalau saya harus lebih baik dari hari ke hari, kalau ilmu teknis dan ilmu hidup seluas jagat raya dan saya boleh istirahat tapi lalu bergerak lagi. 

Di kesempatan hari ini saya tergerak untuk merefleksikan beberapa hal yang saya perhatikan dan pelajari dari orang-orang di sekitar saya yang memegang role sebagai "bos", baik bos saya sendiri (yang sekarang ataupun yang lalu) dan juga bos-bosnya orang lain yang saya sering bertemu / meeting bareng. Kembali lagi, bukan artinya mereka paling hebat ya, karena ilmu datang dari siapa saja. Tapiiiii... dari intip2an saya, menjadi mereka itu berat, beban yang ditanggung datang dengan segala stress nya. Mereka hebat, tapi mereka juga manusia, ada takutnya, ada pusingnya, banyak resikonya, dan kadang tidak terbayangkan juga untuk saya. Dan beberapa hal ini menjadi catatan kecil saya hari ini tentang hal kepemimpinan secara umum yang saya dapatkan dari mereka-mereka para bos-bos.

1. Cara marah yang baik dan benar

Saya pernah dimarahin dengan kasar di telpon oleh salah satu bos (dianya mungkin lupa ya, tapi buat saya membekas jleb jleb banget). Saya tahu dia frustasi, tapi saya pun kaget banget karena telpon ini datang tiba-tiba, malam-malam, dan ketika saya dinas. Telpon itu lalu ditutup tanpa salam apa pun, sementara saya hanya bisa ternganga semalaman.

Saya juga pernah dimarahin dengan tidak kasar. Ceritanya di meeting cukup besar, kami semua sudah bersiap kena damprat. Namun ternyata si bos ini sudah tidak bisa marah lagi dan memberikan wejangan bahwa kami semua masing-masing merenungkan deh, apa yang buat projek ini tidak jalan. Silahkan pergi libur Lebaran, dan semoga kembali masing-masing bisa berkoordinasi dengan lebih baik. Saya pun ternganga seharian.

Sampai sekarang saya tidak tahu apakah ada cara marah yang baik dan benar. Saya cukup sering ngomel selama ini dan termasuk yang tidak sabaran, saya kalau ngomong jarang filter dan kesulitan mencari kata2 yang pantas. Saya pun tidak melihat kondisi orang yang saya "marahin", psikologis dia gimana, tipe personality dia gimana, semua orang saya sama ratakan. Pada akhirnya saya merasa "marah" saya sebetulnya tidak efektif dan condong jadi tontonan orang saja.

Kalau ditanya dari 2 jenis marah yang saya alami di atas, mana yang lebih mengena untuk saya? Dua-duanya mengena dan jleb banget. Namun kalau saya bisa menarik pembelajaran, pertama marahlah untuk hal yang sangat substansial dan bukan merujuk ke hal personal / meremehkan / menyindir / mempermalukan seseorang. Dan yang kedua terkadang tidak marah adalah jenis marah yang paling baik :)

2. Level kedetailan dan konsentrasi

Kemarin, saya me-whatsapp salah satu bos, mengingatkan beliau akan beberapa memo yang sudah cukup lama terparkir di meja beliau dan butuh approval. Saya dijawab agak lama, mengkonfirmasi memo apa yang saya maksud dan kemudian saya terangkan. Lalu diam lagi dan tiba2 jam 8 malam beliau mengabarkan bahwa sebagian sudah direview dan sudah OK dan sebagian lagi akan direview besok. Saya terkejut agak merasa tidak enak karena terbayangkan betapa sibuknya beliau sampai akhirmya menyempatkan mereview di malam hari dan juga reviewnya cukup detail.

Lalu setelah itu, di jam 11 malam, seorang bos yang berbeda mengontak saya juga terkait memo dari saya yang dikirimkan ke beliau. Memo itu menurut saya tidak sepenting itu sehingga harus malam itu juga dibalas. Dan juga tidak dengan cepat ditandatangan namun ada komentar yang menurut saya cukup mengesankan karena beliau ingat detail tertentu sehingga menanyakan kembali pada komentar beliau.

Saya agak malu dengan diri saya sendiri karena, satu, saya jarang bekerja lewat dari jam 7 malam. Tentunya masing-masing ada pertimbangan tersendiri bagaimana mengatur waktu sesuai dengan beban kerja yang ada, namun melihat bos-bos ini aktif sampai larut malam membuat saya kagum akan semangat bekerjanya terutama karena mereka juga sudah tidak usia muda lagi. Kedua, karena mereka sangat detail, bahkan terkadang saya heran karena seharusnya level detail ini dikerjakan oleh staffnya dan mereka hanya di level yang lebih strategis lagi. Namun pada kenyataan, mereka sangat berusaha untuk mengetahui jelas luar dan dalam perkara-perkara sehingga dapat mempertanggungjawabkan apa pun yang berada di bawah mereka. Saya sendiri merasa keteteran dalam detail2 yang harus saya pegang dan termasuk merasa frustasi karena menurut saya tim sudah bisa mengurus itu sendiri. Bagaimana mungkin seseorang menguasai strategis sampai ke detail pelaksanaan dengan cakupan geografis yang luas?

Menyeimbangkan hal-hal ini menjadi sesuatu yang baru dan menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Untuk belajar paham ke level yang cukup granular tapi juga memaafkan diri sendiri ketika itu tidak terjadi. Untuk paling tidak lebih detail dari bos-bos itu, karena memang hakekatnya begitu. Masak mereka yang lebih detail sih? Balik lagi, muka saya mau ditarok di mana ya ini?

3. Hidup sehat jasmani rohani

Ada satu orang bos yang tiap hari olahraga baik ke gym maupun lari. Ada juga yang bersepeda rame-rame dengan tetangganya. Ada yang instagramnya kocak penuh video beliau bersantai di hari Sabtu. Ada yang main bola sama anak-anaknya. Lalu saya teringat Michelle dan Barrack Obama yang setiap hari selalu menyelipkan waktu olahraga setengah hingga 1 jam.

Mungkin biasa saja bagi orang yang melihat mereka seperti itu. Tapi bagi "orang dalam" yang mengetahui sebetulnya masalah apa yang sedang terjadi di kantor (belum lagi masalah di luar kantor), kok rasanya heran bagaimana mereka seolah tanpa masalah. Seolah sekat itu jelas sekali: pagi ini saya masuk kamar pekerjaan, siang kamar makan enak, sore kamar jalan-jalan seru dengan teman-teman, malam kamar keluarga. Dan setiap berpindah kamar, sepertinya bisa melupakan apa yang terjadi di kamar sebelah.

Hal ini mungkin harus dilatih terus-menerus, dan seiring pengalaman, saya pun menyadari hal-hal yang saya kuatirkan, tidak juga terjadi, jadi buat apa dikuatirkan berjam-jam. Masalah pun terlihat lebih ringan ketika kita sudah keluar ruangan lalu jalan kaki 1 jam karena endorfin kita naik, dan sambil jalan kita pelan-pelan lihat kehidupan lain di luar masalah kita sehingga perspektif kita berubah, dan lain-lain. Karena semakin dipikirin, semakin butek ya kadang. Mental ini yang perlahan terus diadopsi, agar kerja juga gembira, masalah jadi biasa, dan hidup lebih luas daripada di depan laptop saja.

Segitu dulu refleksi bos-bos ini lah ya, nanti kapan-kapan disambung lagi. Semoga dengan berlatih, kita semua lebih fasih dalam hidup, tidak terbata-bata dalam memimpin, lebih damai ketika tidur. 

Cheers!


No comments: